Peta Situs | Komunitas Tzu Chi | Links  
| Tentang Kami | Berita Tzu Chi | Misi & Visi |Cara Berpartisipasi | Jadwal Kegiatan | Inspirasi | Kantor Penghubung |Kata Perenungan |



Pulang ke Kampung Halaman Tzu Chi

Siang itu suasana di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta cukup ramai. Di meja pelayanan jasa penerbangan China Airlines tujuan Jakarta-Taipei, telah terbentuk antrian panjang. Sebagian besar dari calon penumpang memakai jaket atau kaos yang seragam. Mereka adalah rombongan TKI (Tenaga Kerja Indonesia ), sebagian besar wanita, yang ingin mengadu nasib di negeri seberang. Kami berenam, semuanya perempuan, juga berseragam abu-abu putih dan rambut terkepang rapi, ikut berbaris bersama calon penumpang yang lain. Namun kepergian kami ini bukan untuk mencari nafkah di negeri orang, atau untuk mengikuti pertandingan olahraga tertentu seperti yang sempat ditanyakan oleh seseorang di bandara itu.

Wajarnya, ketika datang ke suatu negara yang baru pertama kali kita datangi, timbul rasa kesendirian dan keterasingan, menghadapi budaya hidup dan bahasa yang berbeda. Namun tidak demikian perasaan kami sejak memasuki pintu masuk Griya Perenungan di Hualien , Taiwan . Kami yang baru tiba tanggal 4 Agustus 2005, dan masih gagap dengan suasana baru, menerima sambutan yang hangat dari sejumlah orang yang berwajah asing. Hanya saja, orang-orang asing ini mengenakan gaun biru persis seperti yang sering kami lihat dipakai oleh relawan Tzu Chi di Indonesia, menimbulkan perasaan akrab yang aneh.

Pelatihan untuk karyawan Tzu Chi yang dilakukan kali ini diikuti oleh 8 negara, dan seluruh peserta jumlahnya 177 orang. Kami tinggal di kamar-kamar yang ada di lantai basement Griya Perenungan, dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 9-10 orang. Setiap kelompok diasuh oleh 2 orang Mama atau Papa. Meskipun ada juga peserta yang usianya lebih tua daripada relawan yang menjadi Mama atau Papa mereka, namun selama 5 hari 4 malam ini mereka diperbolehkan bersandar, ¡¦bermanja¡¦ namun harus patuh pada Papa-Mama mereka layaknya seorang anak pada orangtuanya. Demikianlah kami tinggal bersama-sama seperti satu keluarga.

Jika Griya Perenungan kita andaikan seperti rumah, maka ia adalah rumah yang teratur. Peserta harus mengikuti kelas demi kelas dengan tertib dan tepat waktu. Apabila akan berpindah dari satu ruang ke ruang lain, setiap kelompok berbaris, berjalan dipimpin oleh Papa/Mama. Begitu juga dengan kerapian pribadi. Mama/Papa selalu memperhatikan kerapian ¡¥anak-anak¡¦nya, seolah kami ini anak yang akan berangkat ke sekolah setiap harinya. Meski perkenalan baru berjalan beberapa hari, namun perhatian yang mereka berikan, membuat mereka terasa bagai kerabat dekat. Ketulusan yang mereka tunjukkan membuat kami sama sekali tidak merasa diatur atau diperintah.

Belajar Menjadi ¡¥Insan Tzu Chi¡¦

Kelas kami yang pertama adalah ceramah dari Master Cheng Yen. Hampir semua orang yang mengenal Tzu Chi dan punya kesempatan untuk pergi ke Taiwan , pasti sangat ingin bertemu dengan Master. Karenanya kelas ini menjadi kejutan menyenangkan untuk kami. Master menyampaikan ceramah tentang hubungan antara waktu, ruang, dan manusia. Meski Master merupakan pimpinan tertinggi Tzu Chi yang memiliki jutaan anggota, namun beliau terasa begitu dekat.

Sejak awal hingga akhir pelatihan, kata-kata yang terus kami dengar dari Papa-Mama atau relawan Tzu Chi adalah, ¡¨Wah, kalian sungguh beruntung, bisa mengenal Tzu Chi sejak usia yang begitu belia¡¨. Para relawan yang rata-rata berusia 40 atau 50 tahun ini, kebanyakan baru mengenal Tzu Chi saat berusia 30an. Kata-kata ini perlahan meresap dalam batin kami dan menumbuhkan rasa syukur, barangkali tidak setiap orang punya kesempatan untuk bekerja sambil berbuat sosial, memupuk karma baik/pahala.

Kami mendengarkan pembicara demi pembicara menjelaskan tentang berbagai misi Tzu Chi. Ada dokter kepala rumah sakit Tzu Chi, rektor universitas Tzu Chi, presiden direktur Da Ai TV Taiwan, juga relawan-relawan Tzu Chi Taiwan yang lain. Mereka memaparkan materinya dengan gaya yang berbeda-beda, dari presentasi sampai sharing. Setelah setiap kelas selesai, kami melakukan diskusi dalam kelompok kecil untuk berbagi kesan atau apa saja yang diperoleh dari kelas yang baru saja dilangsungkan.

Kerjakan dengan Hati

Percayakah bahwa keterlibatan hati sangat mempengaruhi hasil pekerjaan kita? Percaya atau tidak, kesungguhan saat kita membuat sesuatu akan tersampaikan pada orang yang menikmati hasil kerja kita itu. Seperti kami dapat merasakan kesungguhan hati relawan dapur, yang menyiapkan makanan berat dan ringan untuk peserta. Setiap hidangan tidak hanya enak, tapi juga disajikan dengan indah dan cantik. Makan dirasa lebih dari sekadar makan. Menyiapkan makanan, ternyata bukan hanya memberikan sesuatu untuk dimasukkan ke mulut.

Tidak hanya soal makanan, kesungguhan hati bisa dirasakan di setiap sudut bangunan Tzu Chi. Salah satunya adalah sekolah, yang hampir membuat kami iri pada para siswa yang bersekolah di sana . Relawan memperhatikan aliran udara, cahaya, juga kelestarian alam.

Begitu juga dengan rumah sakit. Rumah sakit Tzu Chi di Hualien yang kami kunjungi, lebih bernuansa rumah dibanding rumah sakit. Yang paling berkesan, adalah altar yang disediakan untuk mendoakan pasien yang meninggal dunia. Altar ini memiliki gambar dan rupang Buddha di sisi kanan, serta gambar dan patung Yesus serta Maria di sisi kiri, sehingga dapat digunakan untuk upacara doa dengan tata cara agama Buddha dan Kristiani.

Menjalin Jodoh yang Baik

Selama di Taiwan, ke manapun kami pergi selalu disambut dengan tangan dan hati terbuka. Relawan Tzu Chi seolah berlomba memberikan pelayanan yang terbaik, mulai dari menjamu makan, menampilkan hiburan, menyajikan teh, dsb. Sejujurnya, sambutan ini sedikit mengejutkan kami, sebab selama ini kami belum pernah menerima sambutan sehangat itu.

Kebanyakan relawan tersebut adalah pengusaha yang sukses. Lantas, kenapa mereka mau ¡¥merendahkan diri¡¦ melayani kami yang bukan siapa-siapa dari mereka? Semua ini tidak lain untuk menjalin jodoh yang baik. Mengutip kata-kata seorang relawan di sana , ¡§Kami sangat berterima kasih dan berbahagia, dapat menjalin jodoh dengan Anda semua.¡¨ Tak heran mereka menjalankannya dengan bahagia dan tulus, sebab mereka menyadari bahwa jodoh yang terjalin akan memberikan buah untuk mereka sendiri. Ketulusan mereka, membuat kami berefleksi, sudahkah kami menyambut jalinan jodoh yang mereka tawarkan itu dengan baik? Ini menjadi salah satu oleh-oleh yang kami bawa pulang. Dan saya sangat senang dapat menjalin jodoh dengan pembaca sekalian lewat cerita pengalaman perjalanan saya yang pertama ke kampung halaman Tzu Chi ini. ¡E Ivana

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia
Telp. (021) - 6016332, Fax. (021) - 6016334
Copyright © 2005 TzuChi.or.id